LEBARAN, ANAK, DAN KUPU-KUPU
Abdul Rahman Shaleh
Tak terasa hari ini sudah memasuki hari keenambelas dari bulan ramadhan. Itu berarti sudah separoh bulan umat Muslimin menjalankan ibadah ramadhan dan lebaran pun tinggal hitungan hari tak sampai dua minggu. Merayakan Hari Raya Idul Fitri bagi pun sudah merupakan tradisi membudaya. Lebaran yang ditunggu sesungguhnya merupakan hari raya memperingati kembalinya manusia kepada fitrahnya. Fitrah adalah potensi dasar kemanusiaan yang secara kodrati cenderung kepada kebenaran. Dengan berakhirnya puasa berarti kemenangan melawan hawa nafsu pun telah diraih dan disimbolkan melalui “Minal ‘aidin wal faizin”, semoga kita termasuk orang-orang yang kembali dan yang menang.
Kegembiran lebaran biasanya disikapi dengan berbagai macam cara dan perilaku. Ada yang bilang hari raya lebaran/ idul fitri dengan baju baru itu jadul dan ada juga yang bilang lebaran tanpa baju baru itu “like an angel without wings” karena baju lebaran kudu, musti, harus ada. Anak-anak biasanya menandai Lebaran dengan baju baru, ketupat, kue-kue yang enak, makanan lezat, dapat tambahan uang jajan dari kakek dan nenek, dan sebagainya. Tapi, berkaitan dengan makna Lebaran itu sendiri sebenarnya terkandung makna yang lebih esensial dibandingkan hanya sejumlah ritual yang memang sudah dilakukan selama ini.
Tak heran memang anak-anak memaknai lebaran sebagai sesuatu yang identik dengan hadiah dan kebaruan. Secara psikologis, ini berhubungan dengan tahapan perkembangan kognitif, mereka memang belum mampu memaknai sesuatu secara esensial. Secara social, ini dikarenakan tradisi yang tersosialisasi pada diri kita. Hal ini jika tidak hati-hati akan berdampak pada sikap materialistic dan asosial (karena takut dilihat orang jika tidak pakaian baru. Oleh karena itu, perlu kiranya mengajar makna lebaran bagi anak. Melalui ritual kebersamaan dan pemberian pemahaman mengenai makna puasa seperti yang dituliskan sebelumnya, orang tua dapat mengajarkan makna lebaran. Lebaran merupakan hadiah bagi orang yang belajar berpuasa dan merayakan kemenangannya. Ibarat ulat yang masuk ke dalam kepompong, bertahan selama 36 hari di dalam kepompong, berpuasa dan hanya berzikir, kemudian meraih kemenangan saat menjadi kupu-kupu yang cantik dan gembira. Kita adalah kupu-kupu itu yang tampil cantik meski tidak berbaju baru, karena kecantikan itu adalah hati kita yang telah bersih saat kita berlatih di bulan ramadhan. Kita layak merayakan kegembiraan setelah melatih diri selama sebulah penuh di bulan ramadhan, dan kegembiraan itu tidaklah berarti jika kalah di bulan ramadhan. Selamat meraih kemenangan.