About US

Hikari Montessori established in 2005 is a Montessori Preschool &

kindergarten and also supplier of quality Montessori and educational

materials. We provide quality education to children aged 1 to 6 years

of age. Our Montessori Curriculum method divide into some part.

From concrete to abstract. From the simple way to complex.


Hikari Montessori is supported by professional and experts teachers.

Hikari Montessori school came to develop creativity and potential,

also build your children character.

Programs

Hikari Montessori has a program that offers

+ Toddler (1-2 years),

+ Nursery (2 - 3 years),

+ Pre – Kiddy ( 3 years ),

+ Kindergarten A ( 4 - 5 years ),

+ Kindergarten B ( 5 – 6 years )

Hikari Montessori gives the children freedom to study actively with Montessori

method.


Curriculum

Hikari Montessori Curriculum :

• Practical Life

• Mathematics

• Sensorial Training

• Language

• Culture

• Art & Music

• Physical Exercise

• Religion (Moslem&Christian)

Sabtu, 10 Desember 2011

Parents Teacher Meeting

Dear Hikari's Parents,

Please do come to PTM on Friday December 16, 2011.
Our Term holiday start on December 19-23 and Xmas-New year holiday on December 26-30.

New term III; start on Monday January 2, 2012.

Have a wonderful Year-end Holiday....

Ms. Henni Norita/ Principal

Selasa, 16 Agustus 2011

HIKARI MONTESSORI SCHOOL: TIPS MENGAJARKAN MAKNA LEBARAN

HIKARI MONTESSORI SCHOOL: TIPS MENGAJARKAN MAKNA LEBARAN: "TIPS MENGAJARKAN MAKNA LEBARAN

Mengajarkan makna lebaran bagi anak sesuatu yang mesti dimulai dari diri sendiri. Sebab anak usia dini belajar melalui imitasi perilaku dari lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan :

Biasakan untuk bersedekah dan beri kesempatan ia bersedekah. Sembari memberi sedekah, jelaskan padanya bahwa kita perlu untuk saling tolong menolong dan berbagi karena tidak semua rezeki yang kita raih merupakan miliki kita. Ada keringat orang-orang yang membantu kita yang tidak diketahui.
Biasakan untuk saling memaafkan di hari raya mulai dari lingkungan rumah tangga, lingkungan terdekat, dan seterusnya. Ini akan mengajarkannya untuk berlaku santuan dan menjaga tatakrama, sekaligus mengajarkan untuk berarti mengakui kesalahan.
Ajak silaturahmi dan saling mengunjungi. Ini akan membantunya dalam proses sosialisasi, sembari menjelaskan bahwa silaturrahmi itu sesuatu yang mesti dilakukan dan kehidupan social.
Beri hadiah yang fungsional jika diperlukan. Tapi kita perlu menjelaskan fungsi dari pemberian hadiah tersebut."

Senin, 15 Agustus 2011

TIPS MENGAJARKAN MAKNA LEBARAN

TIPS MENGAJARKAN MAKNA LEBARAN

Mengajarkan makna lebaran bagi anak sesuatu yang mesti dimulai dari diri sendiri. Sebab anak usia dini belajar melalui imitasi perilaku dari lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan :

  • Biasakan untuk bersedekah dan beri kesempatan ia bersedekah. Sembari memberi sedekah, jelaskan padanya bahwa kita perlu untuk saling tolong menolong dan berbagi karena tidak semua rezeki yang kita raih merupakan miliki kita. Ada keringat orang-orang yang membantu kita yang tidak diketahui.
  • Biasakan untuk saling memaafkan di hari raya mulai dari lingkungan rumah tangga, lingkungan terdekat, dan seterusnya. Ini akan mengajarkannya untuk berlaku santuan dan menjaga tatakrama, sekaligus mengajarkan untuk berarti mengakui kesalahan.
  • Ajak silaturahmi dan saling mengunjungi. Ini akan membantunya dalam proses sosialisasi, sembari menjelaskan bahwa silaturrahmi itu sesuatu yang mesti dilakukan dan kehidupan social.
  • Beri hadiah yang fungsional jika diperlukan. Tapi kita perlu menjelaskan fungsi dari pemberian hadiah tersebut.

LEBARAN, ANAK, DAN KUPU-KUPU

LEBARAN, ANAK, DAN KUPU-KUPU
Abdul Rahman Shaleh

Tak terasa hari ini sudah memasuki hari keenambelas dari bulan ramadhan. Itu berarti sudah separoh bulan umat Muslimin menjalankan ibadah ramadhan dan lebaran pun tinggal hitungan hari tak sampai dua minggu. Merayakan Hari Raya Idul Fitri bagi pun sudah merupakan tradisi membudaya. Lebaran yang ditunggu sesungguhnya merupakan hari raya memperingati kembalinya manusia kepada fitrahnya. Fitrah adalah potensi dasar kemanusiaan yang secara kodrati cenderung kepada kebenaran. Dengan berakhirnya puasa berarti kemenangan melawan hawa nafsu pun telah diraih dan disimbolkan melalui “Minal ‘aidin wal faizin”, semoga kita termasuk orang-orang yang kembali dan yang menang.

Kegembiran lebaran biasanya disikapi dengan berbagai macam cara dan perilaku. Ada yang bilang hari raya lebaran/ idul fitri dengan baju baru itu jadul dan ada juga yang bilang lebaran tanpa baju baru itu “like an angel without wings” karena baju lebaran kudu, musti, harus ada. Anak-anak biasanya menandai Lebaran dengan baju baru, ketupat, kue-kue yang enak, makanan lezat, dapat tambahan uang jajan dari kakek dan nenek, dan sebagainya. Tapi, berkaitan dengan makna Lebaran itu sendiri sebenarnya terkandung makna yang lebih esensial dibandingkan hanya sejumlah ritual yang memang sudah dilakukan selama ini.

Tak heran memang anak-anak memaknai lebaran sebagai sesuatu yang identik dengan hadiah dan kebaruan. Secara psikologis, ini berhubungan dengan tahapan perkembangan kognitif, mereka memang belum mampu memaknai sesuatu secara esensial. Secara social, ini dikarenakan tradisi yang tersosialisasi pada diri kita. Hal ini jika tidak hati-hati akan berdampak pada sikap materialistic dan asosial (karena takut dilihat orang jika tidak pakaian baru. Oleh karena itu, perlu kiranya mengajar makna lebaran bagi anak. Melalui ritual kebersamaan dan pemberian pemahaman mengenai makna puasa seperti yang dituliskan sebelumnya, orang tua dapat mengajarkan makna lebaran. Lebaran merupakan hadiah bagi orang yang belajar berpuasa dan merayakan kemenangannya. Ibarat ulat yang masuk ke dalam kepompong, bertahan selama 36 hari di dalam kepompong, berpuasa dan hanya berzikir, kemudian meraih kemenangan saat menjadi kupu-kupu yang cantik dan gembira. Kita adalah kupu-kupu itu yang tampil cantik meski tidak berbaju baru, karena kecantikan itu adalah hati kita yang telah bersih saat kita berlatih di bulan ramadhan. Kita layak merayakan kegembiraan setelah melatih diri selama sebulah penuh di bulan ramadhan, dan kegembiraan itu tidaklah berarti jika kalah di bulan ramadhan. Selamat meraih kemenangan.

Jumat, 12 Agustus 2011

Lagu Tasya – Arti Puasa


Lirik Lagu Tasya – Arti Puasa

Apakah arti puasa
Puasa tidak makan
Puasa tidak minum
Sejak subuh sampai magrib

Apakah arti puasa
Puasa menahan lapar
Puasa menahan haus
dan menjaga perilaku
Allah sangat suka
Allah sangat senang
Bagi anak puasa, diberi pahala
Ditempatkan Allah dalam syurga

Apakah arti puasa
Puasa tidak makan
Puasa tidak minum
Sejak subuh sampai magrib

Apakah arti puasa
Puasa menahan lapar
Puasa menahan haus
Dan menjaga perilaku Allah sangat suka
Allah sangat senang
Bagi anak puasa, diberi pahala
Ditempatkan Allah dalam syurga

Apakah arti puasa
Puasa tidak makan
Puasa tidak minum
Sejak subuh sampai magrib

Apakah arti puasa
Puasa menahan lapar
Puasa menahan haus
Dan menjaga perilaku

TIPS MENGAJARKAN ANAK BERPUASA

TIPS MENGAJARKAN PUASA
Abdul Rahman Shaleh

Puasa biasa menjadi momok bagi anak jika yang diajarkan itu hanya menahan lapar dan haus dari imsyak hingga maghrib. Oleh karena itu mengajar anak berpuasa tidaklah mudah, tetapi perlu bertahap dan menggunakan trik tersendiri. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan :

  • Sesuaikan dengan usia. Jika anak di bawah usia 7 tahun, cukup dengan mengajarkan berpuasa maksimal setengah hari. misalnya dimulai dari berbuka pada jam 10 lalu meningkat menjadi jam 12, dan seterusnya menjadi jam 2 siang hingga terbiasa sehari penuh.
  • Perlu penyesuaian asupan dan jam tidur agar ia tidak mengalami masalah dan kesulitan dalam melaksanakan puasa.
  • Beri hadiah dan pujian seperlunya dan bertahap. Misalnya jika setengah hari beri hadiah, lalu tingkatkan menjadi sehari penuh, kemudian, sejumlah hari tertentu, dan terus menjadi sebulan. Jika sudah terbiasa, hadiah tidak diperlukan lagi tetapi disertai penjelasan tentang makna puasa dan bahwa berpuasa tidak boleh terkait dengan hadiah.
  • Biasakan untuk membawanya tarawih ke masjid agar ia juga memahami bahwa ada banyak orang berpuasa, termasuk anak-anak.
  • Meski ia tidak berpuasa, ajak serta ia sahur dan berbuka bersama dengan Anda. Dengan ini ia akan memahami ada ritual tertentu yang hanya ada di bulan ramadhan
  • Sesekali ajak ia beramal amaliah ramadhan dan bertadarus bersama dengan Anda.
  • Ajarkan juga tentang bersedekah dan berzakat. Ajak ia saat Anda membawayarkan zakat dan sedekah. Bila perlu biarkan ia yang memasukkan sedekah Anda ke dalam kotak amal atau memberikannya kepada Panitia Pengelola Sadaqah dan Zakat.
  • Jika ia berbohong saat ditanya apakah masih puasa, jangan marah. Ia tidak ingin mengecewakan Anda, sehingga beri apresiasi dan nasehat. Motivasi dengan kompetisi berpuasa.
  • Beri kesempatan ia untuk tetap melakukan aktivitas, tetapi jaga agar ia tidak kehilangan energi kreatifnya. Ajak ia memahami makna puasa melalui perilaku dan contoh saat Anda sedang bekerja atau belajar memahami al-Qur'an.

MAKNA PUASA BAGI ANAK

Makna Puasa Bagi Anak
Abdul Rahman Shaleh

Puasa atau Shaum secara bahasa diartikan dengan menahan atau mencegah. Secara fiqhiyah syar’iyah artinya menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Dalam QS. Al-baqarah : 183 yang diwajibkan berpuasa adalah orang yang beriman. Perintah ini dilengkapi secara fiqhiyah dengan dipersyaratkannya akil baligh. Dengan demikian anak-anak yang belum berakil baligh berlum diwajibkan berpuasa.

Namun demikian dalam tahap pembelajaran membiasakan dan melatihkan anak untuk berpuasa secara bertahap merupakan satu hal yang penting. Sebab ada beberapa makna positif bagi perkembangan psiko-sosialnya. Secara sosial, anak dibiasakan untuk memahami orang lain yang sedang berpuasa dan bagaimana berempati kepada orang yang tidak memiliki atau sedang dalam kesulitan. Anak juga dibiasakan berhubungan dan bersosialisasi dengan orang lain di luar lingkungan keluarganya saat ia bertarawih dan bertadarus. Melalui pesantren kilat anak, anak dibiasakan untuk mengembangkan spirit sosial (baca : energi sosial) melalui gerak dan tindakan yang sama dan seirama. Toleransi terhadap orang yang berpuasa dan tidak berpuasa juga berkembang saat ditunjukkan bahwa ada orang-orang yang memang tidak diwajibkan berpuasa (misalnya karena sakit atau hal lainnya yang menjadi mudharat syar’i).

Secara psikologis, anak diajarkan untuk mengatur emosinya dengan mengendalikan diri saat ia sedang menahan lapar dan haus. Anak juga biasanya menjadi kreatif dikarenakan ia belajar mengalihkan perhatiannya dari rasa lapar. Namun demikian, perlu kehati-hatian dalam mengajarkan anak berpuasa. Asupan gizi dan pola tidur perlu dijaga agar problem gizi dan keseimbangan fisiknya tetap terjaga saat ia melaksanakan ibadah puasa.

Kamis, 11 Agustus 2011

LUKA ITU MENGUATKAN

LUKA ITU MENGUATKAN

Jangan biarkan luka Anda semakin lebar dengan keluhan dan ketakutan. Tetapi buatlah luka itu semakin membuat Anda kebal dan kuat dengan membalikkkan sudut pandang Anda. Ketakutan menjadi senjata, keluhan menjadi kekuatan.

(arahman_sh, yogya, 12 agustus 2011)

Tips Mendekati Anak dan Mengembangkan Kecerdasannya

Tips Mendekati Anak dan Mengembangkan
Kecerdasannya*
Abdul Rahman Shaleh

Berikut ini merupakan beberapa tips membangun komunikasi yang sehat antara orang tua.
  1. Ketika Anda sedang menidurkan anak,berbicaralah dengan sepenuh hati dan dewasa. Tunjukkan bahwa Anda mencintai dan menyayanginya sepenuh hati sembari berdoa dalam hati bahwa ia merupakan anak shaleh, baik hati, kuat, dan cerdas. Saat ia sedang relaks dan berada dalam kondisi hampir tertidur, bisikkan kalimat-kalimat positif yang membangun jiwanya. Bila perlu beri sentuhan,elusan, dan dekapan sepenuh hati agar ia semakin nyaman.
  2. Gunakan kartu bermain yang penuh warna dan bermainlah bersamanya. Misalnya kartu huruf dan angka. Bila perlu Anda dapat membuat mainan kartu tersebut bersamanya.
  3. Sekali waktu ajak ia bermain origami, menanam bersama, dan bahkan biarkan ia bekerja bersama Anda di air, bangunan tanah, menggambar, atau permainan lain yang membuatnya bergerak.
  4. Mendongeng dan bermain teka-tekilah bersamanya dan biarkan imajinasinya berkembang. Lain waktu Anda dapat bercerita dan memberi teka-teki pada Anda dan pura-puralah berpikir keras untuk menebak jawabannya.
  5. Jangan marah dan berbicara keras. Jika ini terlanjur, minta maaflah.
*Diramu dari berbagai sumber

Tips Menghadapi Campur Tangan Nenek*

Tips Menghadapi Campur Tangan Nenek*

Libatkan Suami/Isteri Anda. Demi kebaikan semua pihak, sebaiknya ia tak perlu tahu semuanya. Duduklah bersama suami/istri Anda dan diskusikan apa yang sebaiknya dirahasiakan dari Ibu/Ayah/Mertua Anda, seperti hal yang menyangkut uang, anak-anak dan kesehatan. Semakin banyak informasi yang diketahui Ibu/Ayah/Mertua, semakin gencar ia memberi opini, saran bahkan kritik.

Sepakati Jadwal Kunjungan. Bangun kebiasaan agar saat Anda berkunjung ke rumah Ibu/Ayah/Mertua atau sebaliknya untuk selalu dengan pemberitahuan. Hindari kunjungan dadakan agar ada persiapan.

Positiflah. Ibu/Ayah/Mertua seringkali berpikir apakah anaknya bisa menjadi orangtua yang baik cucu mereka. Bahkan pada taraf tertentu, mereka menguji dan menekan Anda. “Respon terbaik adalah tidak memeberikan respon sama sekali”, ujar Nina W. Brown. Respon negatif hanya akan memicu perseteruan. Tenangkan diri Anda dan tetaplah tersenyum

Jelaskan Maksud Anda. Cobalah jelaskan maksud Anda pada bagian dimana Ibu/Ayah/Mertua memberikan kritik pada Anda, dan minta agar mereka tidak menghakimi Anda, tetapi membantu Anda untuk meyakinkan si anak. Seringkali Ibu/Ayah/Mertua ingin menjadi bagian dari tim pendidikan cucu mereka, dan bila Anda membuat dia merasa berguna. Pada tahap ini biarkan ada campur tangan (sedikit). Mintalah sekali-sekali saran dari mereka.

*Diramu dari berbagai sumber

Sabtu, 06 Agustus 2011

Kesulitan yang Menguatkan

Anak perlu diajarkan tentang kesulitan hidup, melalui pola tarik ulur pengasuhan atau filosof mulur mungkret. Sebab seorang yang belajar tentang kesulitan justru akan semakin kuatdan berdaya dalam menghadapi hidup. Hanya saja yang paling penting dalam hal ini bukanlak kesulitannya, tetapi bagaimana anak dibantu untuk belajar memaknai setiap kesulitan atau peristiwa yang dihadapinya secara positif.

POSITIF-NEGATIF PENGASUHAN NENEK

Pengasuhan yang dilakukan kakek-nenek sering dianggap sebagai ‘kesempatan kedua untuk menjadi orangtua’ bagi kakek-nenek. Tidak heran banyak kakek-nenek yang ingin terlibat aktif/penuh dalam pengasuhan cucu mereka. Ini bisa disebabkan selain karena keinginan untuk ikut serta bertanggung jawab dalam pengasuhan, tidak jarang dipandang sebagai upaya untuk ‘menebus dosa’ atas “kekeliruan” yang dulu dialami ketika membesarkan anak mereka sendiri.

Keterlibatan kakek-nenek dalam pengasuhan anak tidak akan menjadi masalah jika orangtua sepaham dengan kakek-nenek tentang bagaimana cara mengasuh anak. Namun jika berbeda, timbul berbagai masalah, bahkan beberapa pasangan sering bertengkar karena beda paham tentang seberapa jauh orangtua mereka (kakek-nenek) bisa mengasuh anak. Atau bahkan menjadi momok yang menekan pada orangtua karena terus menjadi pusat “serangan” kakek-nenek”. Hal ini banyak dikarenakan kurangnya komunikasi orangtua-kakek/nenek mengenai bagaimana pola mendidik yang ‘baru’ sesuai dengan zaman hidup anak. Biasanya kakek-nenek terlalu memanjakan si anak. Aturan yang sudah diterapkan oleh orangtua kepada anak-anaknya justru dilanggar kakek-neneknya. Hal ini dapat menimbulkan perselisihan pada beberapa pasangan. Perbedaan pola asuh ini berdampak pada kemandirian anak. Misalnya anak akan menjadi kurang mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugas hariannya seperti makan, mandi, atau kurang mandiri dalam menyelesaikan masalah.

Namun demikian ada juga sisi positifnya. Misalnya, tanpa nada menghakimi dan menyalahkan, kakek-nenek dapat berbagi ilmu dan pengalaman dalam mengasuh anak, dan bahkan memberi contoh kepada orangtua, sehingga anak mendapatkan pengasuhan yang lebih baik seperti pengaturan menu makanan, atau si anak tidak melulu bergaul dengan pengasuhnya. Dalam komunikasi yang tepat, anak akan belaja meniru pengalaman positifnya dalam bergaul bersama kakek-nenek.

Tetapi perlu dicatat, jika penerapan pola pengasuhan tidak konsisten dikhawatirkan akan menyebabkan si anak memiliki kecenderungan negatif. Si anak akan membandingkan pola dan mencari perlindungan kakek-neneknya saat ia merasa tidak nyaman dengan orangtuanya. Akibatnya hubungan orangtua-anak menjadi buruk. Ini dapat menjadi pukulan bagi orangtua yang dapat berujung pada depresi. Selain itu kemampuan ekspresi emosi anak menjadi kurang tepat, karena bingung terhadap pola yang ada. Pada tahap ini, orangtua selayaknya memiliki keberanian untuk berbicara dengan kakek-nenek (orangtua atau mertua) mengenai pola yang tepat dalam mendidik anaknya.

Selasa, 28 Juni 2011

AGAR ANAK TIDAK EGOIS

AGAR ANAK TIDAK EGOIS
Abdul Rahman Shaleh

Anak-anak itu memang unik dengan polah tingkah yang dimilikinya. Pada umumnya anak dipengaruhi oleh sifat egosentrisme yang memang berkembang di usia mereka dan mulai berkembang saat ia mulai memiliki kesadaran akan keberadaan dirinya. Egosentrisme ini berkembang karena anak belum memiliki kemampuan ia belum mampu menempatkan dirinya dalam sudut pandang orang lain dan dalam situasi. Mereka hanya berpikir “saat ini dan di sini”. Akibatnya seringkali anak-anak memperlihatkan perilaku tidak suka disangkal, dibatasi, atau dilarang. Perilaku ini tak jarang mengakibatkan kejengkelan dan perlakuan keras orang tua terhadap anak. Semakin keras perilaku orang tua terhadap anak kemungkinan besar yang terjadi adalah serangan balasan terhadap orang tua dalam bentuk hambatan, pemberontakan, kebohongan, kemarahan dan kekesalan.

Sebaliknya, ketidaksenangan orangtua ditanggapi anak dengan kemarahan. Acapkali anak-anak tersinggung dan marah hanya disebabkan alasan-alasan sepele, karena mereka memang tidak mempunyai pribadi yang kuat. Oleh karena itu, perlu sikap yang bijak dalam mendidik anak agar proses menuju kemandiriannya tidak dicampuri oleh sifat egoisme yang salah kaprah. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mendorong dan membiasakan perilaku yang positif, antara lain :

1.beri kenyamanan untuk tumbuh dengan menunjukkan sikap menerimanya dengan seluruh kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya agar ia juga dapat mengembangkan self acceptance, sembari menjelaskan dengan sabar dan lembut hal-hal penting menuju arah yang positif, termasuk bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi.

2.Beri kepercayaan pada anak atas potensinya melalui pengakuan yang tulus dan hangat (misalanya melalui pelukan) agar optimisme dan keyakinannya tumbuh.

3.Gunakan bahasa dan tutur kata yang halus. Teriakan dan kata-kata yang tidak tepat pada tempatnya secara tidak sadar dapat menjadikan anak tidak matang dalam proses perkembangannya. Pelan-pelan katakana padanya bahwa menangis, teriakan, dan hentakan kakinya tidak diperlukan bila ia menginginkan sesuatu yang baik dan mungkin untuk dipenuhi.
4.Beri tantangan tugas tertentu yang dapat memaju tanggung jawabnya terhadap kehidupannya.

Senin, 20 Juni 2011

Memanjakan Anak

Memanjakan Anak
Abdul Rahman Shaleh

Memang merupakan hal yang wajar ketika kita menyatakan bahwa kita sangat menyayangi akan buah hati kita. Ketika seorang ibu mengandung anaknya, biasanya memang ia akan merasakan adanya ikatan batin yang kuat antara dirinya dan anaknya. Dalam melayani anak, orangtua biasanya memainkan peranan pelayanan. Bahkan kebanyakan orangtua bersedia melayani anak-anak mereka tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Mungkin, itu adalah tugas orangtua atas dasar bahwa mereka dianggap tidak mampu melakukan sendiri, setidaknya sampai mereka tumbuh dan berkembang menjadi mampu, kompeten, dan individu-individu mandiri. Namun sayangnya banyak orangtua umumnya melakukan terlalu banyak untuk anak. Dalam melakukannya, kita berisiko merampas mereka kesempatan belajar yang penting untuk perkembangan dan pertumbuhan yang sehat. Dengan kata lain, orang tua menomorsatukan anak dalam hal pelayanan. Segala kebutuhan anak selalu dipenuhi bagaimana pun caranya. Kehadiran anak dijadikan mitos sebagai pembawa rezeki dan kebahagiaan dalam keluarga. Orangtua menaruh harapan-harapan kepada anak-anaknya agar mereka memberikan kebanggaan dan kebahagiaan. Orangtua yang terlalu berharap berlebihan kepada anaknya sesungguhnya justru membebani hidup anak itu sendiri. Sebab anak akan merasa terpasung dalam menentukan sikap sesuai dengan keinginannya yang sesuai dengan perkembangnnya.

Oleh karena itu, jika Anda terlalu memanjakan anak Anda secara berlebihan, berhati-hatilah, karena pada akhirnya anak Anda akan selalu menjadi pribadi yang manja dan berani seenaknya tanpa menaruh rasa hormat terhadap Anda. Seorang anak yang biasa dimanjakan secara berlebihan oleh orangtuanya biasanya akan menjadi anak yang nakal, karena orangtua yang terlalu memanjakan anaknya akan sering sekali memaklumi kesalahan anaknya yang pada akhirnya akan berakhir pada kelakuan sang anak yang semakin buruk, karena anak tersebut akan selalu merasa bahwa orangtuanya tidak akan pernah memarahinya sebesar apapun kesalahan yang ia lakukan. Mereka tahu bahwa orangtuanya tidak tega untuk mengatakan 'tidak'. Akibatnya, anak terbiasa tanpa kesulitan atau hambatan apapun untuk mendapatkan keinginannya. Hal itu membuat pribadi mereka menjadi rapuh dan tidak tahan uji. Walaupun sebenarnya orang tua tahu bahwa hidup itu penuh ujian dan masalah tapi tetap saja memanjakan anak-anaknya secara berlebihan.

Ketika Anda tidak pernah menunjukkan kewibawaan sebagai orangtua dan membiarkan anak Anda berperilaku semaunya tanpa dididik dan ditegur ketika ia melakukan kesalahan, anak Anda tidak akan ragu untuk berperilaku seenaknya didepan Anda dan juga menjadi pribadi yang angkuh serta tidak tahu menghargai orang lain karena telah dibiasakan hidup bebas tanpa pernah mengetahui adanya didikan dan cara berperilaku serta bertata krama yang baik. Anak Anda akan menjadi pribadi yang “caper” atau cari perhatian dengan cara-cara yang tidak wajar karena biasa dimanjakan dengan berbagai hal tanpa pernah dididik secara benar. Padahal keterampilan dalam menghadapi masalah dan ujian itulah yang sebenarnya perlu ditanamkan kepada anak sejak mereka masih kecil. Agar kelak mereka mampu menghadapi masalah dan ujian yang lebih besar lagi.
Oleh karenanya, orangtua perlu menyadari bahwa kasih saying yang diberikan mestilah dilakukan dengan cara yang tepat. Mendidik anak seperti bermain layang-layang. Saat angin tidak berhembus, Anda mesti menariknya agar ia melayang-layang. Sebaliknya saat angin sedang kencang Anda mengulurnya dan membiarkannya dimainkan angina. Sedang saat anginnya terasa cukup, mainkanlah, ia agar layag-layang bergerak indah di angkasa. Begitu juga mendidik anak, saat ia kekurangan motivasi, dorong dan bila perlu lecut semangatnya agar tergerak. Yakinkan bahwa ia memiliki potensi yang luar biasa. Ketika semangatnya dirasa cukup untuk mengembangkan kematangannya, biarkan saja sambil mengawasi, fasilitasi bakat dan minatnya. Anda tidak perlu memarahi, jika itu merupakan bagian dari kreativitas discoverynya. Sedangkan saat anginnya terlalu kencang, Anda cukup mengarahkan semangatnya yang berlebihan. Jika terjadi pemberontakan, sekali-sekali tahan dengan kelembutan dan kasih saying. Pada titik ini, apa yang diperlukan anak di usia golden age-nya adalah bagaimana ia mampu belajar untuk kemandirian. Inilah yang dicoba kembangkan orangtua zaman dulu dengan prinsip mulur mungkret (tarik-ulur)nya. Seperti nasehat orangtua saat anaknya pertama kali belajar mendidik anak “Ketika ia berperilaku baik, Kamu boleh memberikan hadiah dari apa yang diinginkannya sebagai apresiasi atas perilakunya. Namun, ketika ia salah, jangan sungkan untuk menegurnya atau bahkan memarahinya jika perbuatannya sudah kelewatan. Doronglah ia untuk mau meminta maaf kepada siapapun, termasuk kamu, ketika ia melakukan kesalahan, dan ajarkanlah untuk mau berjanji menjadi anak yang baik dan tidak mengulangi perbuatannya yang salah. Jangan lupa bekali ia dengan nilai moral spiritual dan sosial agar ia mampu menghargai dirinya, orang lain, dan Tuhannya”.

Sabtu, 04 Juni 2011

Graduation Day

Dear Parents,

We would like to inform you that our Graduation's day will be held on

Day/ Date : Saturday, June 11, 2011
Time : 08.30 onward
Place : TITAN CENTER M, Floor - Finsen Room
Bintaro Jaya Sektor 7 Tangerang
Theme : Tarzan and Friends
Ticket : Rp. 50,000.- per pax (open for Public)
Ms. Aliny phone no. 021-91959788 or hikarimontessori@yahoo.com

Look forward to meet you in our Great Graduation's day...

best regards, Ms. Henni Norita/ Principal

Observation in Montessori Education

Observation is an integral and continual part of Montessori education. It is a tool that is used by the adult to follow the child (to assess their abilities and readiness for materials), and developed through the early years by the child to help him classify, store, order, and work towards his inner needs.

The adult goal of observation is to learn about the child from a scientific and objective perspective. This can be a greater challenge to homeschooling parents as their connection to their own children tends to be more passionate and emotional than perhaps a teacher in a school setting might have for their students. As Montessori educators (either at home or in a school setting) we must keep on top of our observation skills and use them regularly.

We must learn to sit silently and motionless - conscious immobility. In our fast paced world this is something that many of us rarely do. Our constant physical motion means we're missing out on cues (physical, verbal, and social) from the children around us. As well, often times the adult unconsciously becomes the center of the environment; constantly directing instead of allowing the children to direct themselves. As the adult it's important to step back, slow down, and silently view the environment with fresh eyes.

We should examine ourselves introspectively; how often would you normally want to interrupt the children while they are in the 3 hour work cycle? Are the interruptions really necessary? It's easy to inject our thoughts and interfere when we see a child struggling with a concept. Our inner impulses to help, to do it faster, to do it more efficiently are unnecessary and take the action away from the child.

Are we speaking to much? Are our voices constantly interrupting the precise work of our hands while presenting lessons? Are we over-explaining materials instead of allowing the child to spend time with the materials and investigate further on their own? Montessori materials are beautiful didactic (self-correcting) learning materials that most often do not require excessive speech/language - unless it's a language lesson!

After sitting back and observing it's important to make notes and record your observations for each child and for the group as a whole. Which materials are being used and which ones haven't been used in a long while? Is a child avoiding a particular area and why? What is the atmosphere like? Has the class normalized? If not, why not? Is there a sense of respect and community in the environment?

Allow your mind to be open to change. After recording your observations it's all in front of you in black and white. You can't deny the scientific and objective truth. Open your mind to accept the possibility that the environment isn't well prepared enough, or that you're interfering too much, or that you've not guided the children carefully enough to create the community with respect and peace. As the 'head' of your community it's up to you to use your observations to improve the community.
(Montessori Print Shop)

Rabu, 20 April 2011

Kartini's Day on April 30, 2011

Dear Parents, Friends and Group member,

We would like to invite you all, to our Kartini's Day, the detail program as follows :

Day/Date : Saturday, April 30, 2011
At : 08.30 to 12.00
Place : Hikari Montessori School
Jl. Bintaro Utama 9 Block HB 19 No. 15-19 Sektor 9 Bintaro Jaya
Telp. 021-91959788 email : hikarimontessori@yahoo.com
Program : Fashion show and Talents show

Look forward to see you at our school to see how great they are..

Best Regards, Ms. Henni Norita/Principal

Senin, 28 Maret 2011

Anak itu Unik

Tim Psikologi Hikari Montessori


Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life's longing for itself.
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you.

You may give them your love but not your thoughts
For they have their own thoughts.


Anakmu bukanlah milikmu
Mereka adalah putra putri sang Hidup, yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau
dan mereka ada bersamamu, tetapi bukanlah milikmu

Berikanlah mereka kasih cintamu, namun jangan sodorkan pemikiranmu
sebab mereka punya pikiran tersendiri


Sajak Kahlil Gibran boleh jadi merupakan gambaran yang tepat bagaimana anak memang berbeda dengan orang dewasa, sehingga orang dewasa tidak diizinkan memandang dan memperlakukan anak sama seperti dirinya, meski ia adalah orangtuanya. Dalam perspektif psikologi, anak memang berbeda dengan orangtua, tetapi ia harus diperlakukan secara unik, karena ia memang unik terlebih pada tahun-tahun pertama kehidupannya. Setiap tahapan perkembangan merupakan masa penting dan peka. Setiap anak memiliki tahapan perkembangan yang berbeda-beda. Perlu ketelitian dari orangtua untuk mendorong anak agar mencapai puncak perkembangannya. Seorang anak memerlukan pengalaman dan dapat dibiarkan melakukan penemuan sendiri untuk mengoptimalkan momen pembelajarannya. Orangtua dapat menjadi partner bermain dan belajar sekaligus membantu proses stimulasi yang dibutuhkan, terutama di periode emas (0-6 tahun) kehidupannya. Hal ini pulalah yang dikemukakan oleh Maria Montessori melalui teori perkembangannya bahwa faktor lingkungan dan perlakuan orang dewasa (pendidikan) hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan anak. Montessori meyakini lingkungan haruslah merupakan tempat yang menyenangkan (loving area), kondusif (nourishing) untuk membantu perkembangan, tempat dimana guru atau orang dewasa dapat mengobservasi perkembangan mereka dan membuat perubahan-perubahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan mereka.

Adapun tahapan perkembangan anak menurut Maria Montessori adalah :

0 - 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat menyerap pengalaman-pengalaman melalui indera yang dimilikinya. Ini bisa diamati dengan kebiasaan anak/balita untuk melihat setiap gerak dan stimulasi secara lama atau berusaha menyentuh benda-benda yang berada didekatnya.

6 bulan – 3 tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan ini merupakan waktu tepat untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Ini akan tampak dari usaha anak untuk berceloteh dengan orang yang disekitarnya.

2- 4 tahun merupakan masa stimulasi gerakan-gerakan otot agar dapat dikoordinasikan dengan baik untuk berjalan dan bergerak, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu. Ini terlihat dari rasa ingin tahunya yang luar biasa dan aktivitas fisik yang kadang kala tidak terkendalikan.

3 – 6 tahun merupakan kepekaan untuk peneguhan sensoris. Pada tahap ini anak semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia sekitar 4 tahun dimana ia memiliki kepekaan menulis dan memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca pada usia antara 4 sampai 6 tahun. Bisa diamati dengan aktivitas mencoret buku, bahkan dinding dan kadang kala membolak-balik buku lalu berkomat-kamit seolah-olah sedang membaca. Jika ini teramati dengan baik, orangtua atau guru tinggal memandunya agar lebih berkembang.


Dalam masa peka ini, setiap anak berbeda dalam perkembangnnya. Oleh karena itu, biarkan anak berkembang sesuai dengan pilihannya sendiri. Sebab anak sangat senang kalau diberikan kesempatan untuk menentukan keinginannya sendiri, karena mereka sedang membutuhkan kemerdekaan dan perhatian. Pada masa ini terutama pada usia 2 – 6 tahun muncul rasa ingin tahu yang besar dan menuntut pemenuhannya. Mereka terdorong untuk belajar hal-hal yang baru dan sangat suka bertanya dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu. Sampai pada usia ini, anak-anak masih suka meniru segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya. Oleh karenanya, guru dan orang tua hendaknya memberikan jawaban yang wajar.


Bahan Bacaan :

Maria Montessori. 1912. The Montessori Methods.New York : Frederick A Stocks.

Carolyn Pope Edwards. 2002. Three Approaches from Europe. Spring. Volume 4 Number 1

Orang Tua dan Perkembangan Anak

Oleh : Abdul Rahman Shaleh


Pada masa peka anak-anak mendapatkan dorongan dari dalam dirinya untuk secara mandiri menguasai pengalaman-pengalaman tertentu. Tugas orang tua menurut Montessori bukanlah mengajar secara langsung tetapi menghargai usaha anak untuk secara mandiri menguasai pengalaman-pengalaman itu. Orang tua dapat memantau minat-minat anak dan memfasilitasi anak untuk memenuhi minat-minat anak tersebut

Apa yang diperlukan seorang anak dalam melewati masa emasnya ialah kemandirian dalam perkembangan. Montessori menuliskan sebagai berikut “Mereka harus dibantu memperoleh kemandirian melalui lingkungannya. Merekaharus diberikan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong kemandirian. Mereka tidak boleh dibantu orang lain untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya mereka sendiri dapat melakukan.. Mereka harus diajarkan untuk mampu membantu dirinya sendiri seperti memasang kancing, membuka menutup retsleting, menyimpan sepatu dan lain-lain yang dapat membantu dirinya untuk menjadi mandiri.” Semua alat bermain dan furniture harus memiliki ukuran yang sesuai dengan anak. Hal ini akan membuat mereka dapat mengendalikan alat bermain tersebut. Sehingga mereka akan merasa nyaman dan aman melakukan segala aktifitas yang mereka inginkan. Anak harus dibantu untuk mengembangkan kemauan (tekad dan daya juang) dengan cara melatih mereka mengkoordinasikan tindakannya untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu yang harus mereka capai. Anak harus dibantu mengembangkan disiplindengan cara memberikan kesempatan/peluang kepada mereka untuk melakukan aktifitas konstruktif. Anak harus dibantu mengembangkan pemahaman merekatentang baik dan buruk”.

Agar kemandirian ini dapat mereka capai diperlukan prinsip utama pembelajaran, yaitu kebebasan Montessori mengatakan, “Real freedom …. Is a concequence of development”. Montessori mengatakan, “Jika anak di hadapkan pada lingkungan yang tepat, dan memberikan peluang kepada mereka unuk secara bebas merespon secara individual terhadap lingkungan tersebut, maka pertumbuhan alami anak terbuka dalam kehidupan mereka”.

Pada titik ini, tugas orangtua dan orang dewasa lainnya hanya menfasilitasi sejumlah pilihan dan membiarkannya memilih cara untuk berkembang. Kata kunci untuk orangtua adalah mencintai, menyayangi, memperhatikan, dan memberikan pilihan untuk stimulasi dan membuat anak bergerak aktif. Memberikan dorongan dan menghargai pilihan anak, dan aktivitasnya juga merupakan bentuk dukungan orangtua untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi anak. Oleh karenanya, berikan kebebasan dan penghargaan bagi anak dalam setiap tahap perkembangannya dengan menjadi teman bermain anak. Jika ini bisa dilakukan, meskipun hanya 30 menit yang berkualitas, niscaya anak-anak kita akan berkembang akan mencapai kemandiriannya secara unik, karena memang ia unik.


Bahan Bacaan :

Maria Montessori. 1912. The Montessori Methods.New York : Frederick A Stocks.

Carolyn Pope Edwards. 2002. Three Approaches from Europe. Spring. Volume 4 Number 1

Metode Montessori dan Peran Guru

Oleh : Abdul Rahman Shaleh
Tim Psikologi Hikari Montessori


Metode Montessori ialah metode pendidikan yang berpusat pada anak yang didasarkan pada teori-teori perkembangan anak berasal oleh pendidik Italia Maria Montessori (1870-1952) pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Metode ini terutama diterapkan di lembaga pendidikan anak usia dini. Dalam kajian psikologi pendidikan metode ini mengikuri paradigma pembelajaran self-directed learning yang menekankan aktivitas anak dan pengamatan klinis pada bagian dari guru (sering disebut sutradara atau pengarah/pemandu). Metode ini menekankan pentingnya lingkungan belajar yang sesuai dengan tingkat perkembangannya dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep abstrak serta belajar keterampilan praktis.

Berdasarkan paradigma belajar seperti itu, dalam pendekatan Montessori, guru berperan sebagai pengasuh, mitra, dan pemandu arah (guide) anak-anak dalam mencapai tujuan pencapaian tugas-tugas perkembangan. Guru di kalangan Montessori mesti disiapkan secara hati-hati untuk memenuhi dan mempersiapkan lingkungan sebagai alat pedagogis, memberikan pesan yang kuat tentang bagaimana mesti memenuhi tuntutan kurikulum dan memberikan hormat untuk anak-anak. Pada setiap tahapan, guru menjadi mitra orang tua sangat dihargai dalam keseluruhan perannya baik sebagai pengasuh, mitra maupun sebagai pemandu arah. Dalam memenuhi tuntutan ini, guru harus mampun membedakan pemahaman mengenai hakikat anak-anak dan belajar mengarahkan mereka untuk bertindak secara berbeda dalam peran mereka di dalam kelas. Secara akademik, ini dikenal dengan istilah "simetris terbalik" , dimana dalam menjalankan peran ini guru mesti mampu menyajikan isu-isu yang berbeda secara berkesinambungan mengikuti perkembangan anak. Ini berarti guru bertindak selalu dalam konteks sejarah anak.

Tugas guru ialah membantu dan mendorong anak-anak yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kepercayaan diri dan disiplin batin sehingga jika ada yang dirasa kurang perlu intervernsi bagi perkembangan anak. Intervensi ini biasanya dilakukan dengan menginterupsi anak-anak dan kemudian terlibat total (engaged) dalam momen kegiatan, minat, dan proses berpikir anak. Guru karenanya memainkan peran pengarah di kelas dan terlibat dalam aktivitas self directed anak. Secara rinci, guru menjadi observer perilaku dan menjadi fasilitator yang mengkondisikan suasan nyaman, menyenangkan dan produktif bagi anak agar anak-anak lancer bergerak sepanjang proses belajar. Jadi, guru bergerak di antara pembelajaran penuh konsentrasi menuju fase pemulihan yang terorganisir. Ini berarti guru hanya mencoba membaca anak lebih dekat dengan realitas melalui penyelidikan sensorik dan aktivitas praktis untuk kemudian membiarkan (sembari mengamati) prosesnya pada keingin-tahuan dan kepekaan anak.

Pada usia yang lebih muda, guru lebih aktif menunjukkan penggunaan bahan berdasarkan kebutuhan anak. Mempersiapkan ruang kelas Montessori yang disusun dengan hati-hati, teratur, menyenangkan dan bahan dimana anak-anak bebas untuk merespon kecenderungan alami mereka untuk bekerja secara individual atau dalam kelompok kecil. Kemajuan anak-anak karenanya tergantung pada irama langkah mereka sendiri, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Komunitas sekolah secara keseluruhan, termasuk orang tua, bekerja sama untuk membuka anak-anak untuk mengintegrasikan tubuh, pikiran, emosi, dan semangat yang merupakan dasar dari pendidikan perdamaian holistik (menerima dan berhubungan secara harmonis dengan semua makhluk manusia dan lingkungan alam ).


Bahan Bacaan :

Maria Montessori. 1912. The Montessori Methods.New York : Frederick A Stocks.

Carolyn Pope Edwards. 2002. Three Approaches from Europe. Spring. Volume 4 Number 1

Komunikasi : Kunci Keberhasilan Perkembangan



Dalam satu kisah renungan tentang hubungan anak dan orangtua dikisahkan bagaimana seorang anak berusaha melakukan tawar menawar dengan orang tuanya agar dapat bermain bersama. Bahkan dalam kisah itu diceritakan bagaimana anak berusaha menabung dan berhutang pada ayahnya agar dapat membayar waktu sang ayah yang begitu sibuk dengan pekerjaannya. Tawaran itu begitu menyedihkan sehingga membuat ayahnya menangis dan kemudian mengajukan cuti kerja agar dapat mengganti waktu-waktu yang hilang dari perkembangan anaknya. Kisah lain, ibu seorang anak yang direktur sebuah perusahaan begitu kaget ketika tiba-tiba anaknya berkisah tentang film kartun yang ditontonnya ditelevisi. Ia terhenyak dan bertanya ada berapa fase yang terlewatkan dari perkembangan anaknya. Ia menangis dan merasa bersalah.
Ada begitu banyak kisah yang mungkin dianggap hal biasa bagi penduduk kota Jakarta, pasangan muda yang begitu sibuk membuktikan kemampuannya mengejar kemapanan. Dari sejumlah sesi konseling ditemukan masalah utama dari kehilangan momen perkembangan anak ternyata adalah komunikasi. Dari konsultasi tersebut juga ternyata persoalan utama komunikasi ialah kesediaan orang tua untuk berbagi dengan anak dengan tidak menganggap remeh hal-hal kecil dari komunikasi anak dengan orang tua. Ini didukung oleh banyaknya temuan yang menunjukkan bahwa anak-anak kota besar mengalami keterlambatan bicara dikarenakan kurangnya komunikasi dengan orang tua (kompas.com).
Penelitian Glenn Doman pada anak cacat mental memperlihatkan bahwa komunikasi yang intens dapat meningkatkan kemampuan anak cacat mental menjadi normal. Menyediakan waktu setiap harinya untuk bermain, berbicara, dan bercerita secara bersama menjadi stimulasi utama dalam proses perkembangan anak. Namun demikian komunikasi yang diperlukan bukan pada jumlah jam, tetapi pada kualitas dan arah yang positif. Jika anak sering diajak berdoalog, bercerita dan didorong agar berani mengungkapkan pikirannya, maka kepercayaan dirinya akan tumbuh dan berkembang. Jika suasana yang dikembangkan dalam komunikasi tersebut ialah komunikasi yang terbuka, maka interaksi orangtua dan anak akan memacu perkembangan anak. Dalam komunikasi dengan anak komunikasi yang berkualitas ialah komunikasi yang tidak memaksa. Secara non verbal, sentuhan dan bersalaman merupakan cara yang efektif untuk memecah kebuntuan komunikasi. Tetapi hati-hati, sentuhan yang tidak disetujui juga dapat diartikan sebagai pemaksaan yang dapat memunculkan konfrontasi. Mungkin pola komunikasi yang baik dapat mengikuti filosofi layang-layang, tarik ulur. Tinggal orangtua melihat kapan angin kencang, sepoi-sepoi atau tidak ada gairah pada anak. Itulah sebabnya Maria Montessori menyebutkan bahwa semua kemampuan ini harus dipelajari melalui pengalaman dengan orang dewasa mendorong pemahaman.


Address:

HIKARI MONTESSORI
Jl.Bintaro Utama 9 HB 19 No.15-19
Sektor 9 Bintaro Jaya, Jakarta Selatan
T. (021) 56134599
HP. (021) 0811 88 90 99
www.hikarimontessori.com

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP