Memanjakan Anak
Abdul Rahman Shaleh
Memang merupakan hal yang wajar ketika kita menyatakan bahwa kita sangat menyayangi akan buah hati kita. Ketika seorang ibu mengandung anaknya, biasanya memang ia akan merasakan adanya ikatan batin yang kuat antara dirinya dan anaknya. Dalam melayani anak, orangtua biasanya memainkan peranan pelayanan. Bahkan kebanyakan orangtua bersedia melayani anak-anak mereka tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Mungkin, itu adalah tugas orangtua atas dasar bahwa mereka dianggap tidak mampu melakukan sendiri, setidaknya sampai mereka tumbuh dan berkembang menjadi mampu, kompeten, dan individu-individu mandiri. Namun sayangnya banyak orangtua umumnya melakukan terlalu banyak untuk anak. Dalam melakukannya, kita berisiko merampas mereka kesempatan belajar yang penting untuk perkembangan dan pertumbuhan yang sehat. Dengan kata lain, orang tua menomorsatukan anak dalam hal pelayanan. Segala kebutuhan anak selalu dipenuhi bagaimana pun caranya. Kehadiran anak dijadikan mitos sebagai pembawa rezeki dan kebahagiaan dalam keluarga. Orangtua menaruh harapan-harapan kepada anak-anaknya agar mereka memberikan kebanggaan dan kebahagiaan. Orangtua yang terlalu berharap berlebihan kepada anaknya sesungguhnya justru membebani hidup anak itu sendiri. Sebab anak akan merasa terpasung dalam menentukan sikap sesuai dengan keinginannya yang sesuai dengan perkembangnnya.
Oleh karena itu, jika Anda terlalu memanjakan anak Anda secara berlebihan, berhati-hatilah, karena pada akhirnya anak Anda akan selalu menjadi pribadi yang manja dan berani seenaknya tanpa menaruh rasa hormat terhadap Anda. Seorang anak yang biasa dimanjakan secara berlebihan oleh orangtuanya biasanya akan menjadi anak yang nakal, karena orangtua yang terlalu memanjakan anaknya akan sering sekali memaklumi kesalahan anaknya yang pada akhirnya akan berakhir pada kelakuan sang anak yang semakin buruk, karena anak tersebut akan selalu merasa bahwa orangtuanya tidak akan pernah memarahinya sebesar apapun kesalahan yang ia lakukan. Mereka tahu bahwa orangtuanya tidak tega untuk mengatakan 'tidak'. Akibatnya, anak terbiasa tanpa kesulitan atau hambatan apapun untuk mendapatkan keinginannya. Hal itu membuat pribadi mereka menjadi rapuh dan tidak tahan uji. Walaupun sebenarnya orang tua tahu bahwa hidup itu penuh ujian dan masalah tapi tetap saja memanjakan anak-anaknya secara berlebihan.
Ketika Anda tidak pernah menunjukkan kewibawaan sebagai orangtua dan membiarkan anak Anda berperilaku semaunya tanpa dididik dan ditegur ketika ia melakukan kesalahan, anak Anda tidak akan ragu untuk berperilaku seenaknya didepan Anda dan juga menjadi pribadi yang angkuh serta tidak tahu menghargai orang lain karena telah dibiasakan hidup bebas tanpa pernah mengetahui adanya didikan dan cara berperilaku serta bertata krama yang baik. Anak Anda akan menjadi pribadi yang “caper” atau cari perhatian dengan cara-cara yang tidak wajar karena biasa dimanjakan dengan berbagai hal tanpa pernah dididik secara benar. Padahal keterampilan dalam menghadapi masalah dan ujian itulah yang sebenarnya perlu ditanamkan kepada anak sejak mereka masih kecil. Agar kelak mereka mampu menghadapi masalah dan ujian yang lebih besar lagi.
Oleh karenanya, orangtua perlu menyadari bahwa kasih saying yang diberikan mestilah dilakukan dengan cara yang tepat. Mendidik anak seperti bermain layang-layang. Saat angin tidak berhembus, Anda mesti menariknya agar ia melayang-layang. Sebaliknya saat angin sedang kencang Anda mengulurnya dan membiarkannya dimainkan angina. Sedang saat anginnya terasa cukup, mainkanlah, ia agar layag-layang bergerak indah di angkasa. Begitu juga mendidik anak, saat ia kekurangan motivasi, dorong dan bila perlu lecut semangatnya agar tergerak. Yakinkan bahwa ia memiliki potensi yang luar biasa. Ketika semangatnya dirasa cukup untuk mengembangkan kematangannya, biarkan saja sambil mengawasi, fasilitasi bakat dan minatnya. Anda tidak perlu memarahi, jika itu merupakan bagian dari kreativitas discoverynya. Sedangkan saat anginnya terlalu kencang, Anda cukup mengarahkan semangatnya yang berlebihan. Jika terjadi pemberontakan, sekali-sekali tahan dengan kelembutan dan kasih saying. Pada titik ini, apa yang diperlukan anak di usia golden age-nya adalah bagaimana ia mampu belajar untuk kemandirian. Inilah yang dicoba kembangkan orangtua zaman dulu dengan prinsip mulur mungkret (tarik-ulur)nya. Seperti nasehat orangtua saat anaknya pertama kali belajar mendidik anak “Ketika ia berperilaku baik, Kamu boleh memberikan hadiah dari apa yang diinginkannya sebagai apresiasi atas perilakunya. Namun, ketika ia salah, jangan sungkan untuk menegurnya atau bahkan memarahinya jika perbuatannya sudah kelewatan. Doronglah ia untuk mau meminta maaf kepada siapapun, termasuk kamu, ketika ia melakukan kesalahan, dan ajarkanlah untuk mau berjanji menjadi anak yang baik dan tidak mengulangi perbuatannya yang salah. Jangan lupa bekali ia dengan nilai moral spiritual dan sosial agar ia mampu menghargai dirinya, orang lain, dan Tuhannya”.